RESENSI
BUKU
Judul Buku : Guru Besar Bicara
“Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam”
Penulis : Prof. Drs. H. Ahmad Ludjito. dkk
Editor : M. Rikza Chamami dkk
Penerbit : RaSAIL Media Group bekerja sama
dengan FITK IAIN WALISONGO Semarang
Cetakan : Pertama, September 2010
Tebal : xx + 365 halaman ; 14 ×20 cm
Resentator : Agung Suprayitno (133111051)
MEJAWAB
BERBAGAI MASALAH PENDIDIKAN ISLAM
Buku
ini merupakan hasil dari kumpulan karya ilmiah yang memuat pemikiran-pemikiran
dan kajian para Guru Besar Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Buku
ini manjadi terasa istimewa karena karya ilmiyah yang diterbitkan dalam buku
ini merupakan pilihan karya terbaik yang dihasilkan oleh para Guru Besar dan merupakan
pilihan karya ilmiyah yang ter baik yang dihasikan para guru besar yang diambil
dari naskah pengukuahan guru besar dari masing-masing penulis. Buku ini
merupakan gagasan brilliant tujuh Guru Besar
fakultas Tarbiyah IAIN Walisong
Semarang. Yng
terdiri dari Lima Guru Besar pedidikan Islam, Satu Guru Besar
Sejarah dan Satu Guru Besar
Ilmu Hadist. Buku ini menjawab berbagai tantangan
yang di hadapi pendidikan Islam Islam yang sedag
mengelora. Buku ini terdiri dari tujuh bab yang
setiap babnya di karang oleh Guru Besar yang berdeda-beda.
Prof. Drs. H.
Ahmad Lujito mencoba membuat terobosan dengan perlunya guru agama merangkap
sebagai guru pancasila. Hal ini untuk
menjaga keserasian antara agama dan pendidikan kewarganwgaraan di perlukan
adanya koordinasi konsultasi substansial antara guru agama dan guru
kewarganegaran.
Dalam karyanya “Pendekatan Intergralistik dalam Implementasi
pendidikan agama pada Pendidikan Sekolah di Indonesia”, Prof. Ludjito
menegaskan bahwa moral, budi pekerti atau akhlaq merupakan aktualisasi
(amal) dari agama; karenanya diperlukan
adanya berbagai upaya berbagai uapaya secara terpadu oleh keluarga, sekolah dan
masyarakat lewat berbagai proses: ndividuasi, sosialisasi, enkulturasi maupun
motivasi nilai-nilai agama; keteladanan dan suasana religius akan sangat
membantu. Untuk menjaga itu maka, kualitas dan wawasan guru agama perlu
ditngkatkan.
Prof. H.
Abdurrahman Mas’ud MA, Ph.D dalam karyanya “Membuka Lembaran Baru Dialog
Islam-Barat Telaah Teologis-Historis” menyamopaikan
perlunya menciptakan iklim yang sehat bagi tumbuhnya dialog, renewal dan
gagasan-gagasan segar dilingkungan kita khususnya, dan masyarakat akademis
Indonesia pada umumnya sesuai dengan landasan teologis dan historis Islam yang
ideal dan pentingnya menda’wahkan Islam humanis yang berpihak pada kemanusiaan
dan keadilan, kedamaian, toleransi, saling menghargai perbedaan antara umat
manusia, dan antar bangsa.
Selama
ini ada anggapan yang berkembang dalam masyarakat kita cenderung menyempitkan
makna pendidikan islam. Disatu sisi pendidikan islam hanya dijadikan sebagai
pendidikan agama atau khusus keagamaan. Di sisi lain, pendidikan islam hanya
dibatasi pada lembaga pendidikan yang menggunakan predikat islam atau
pendidikan yang dikelola oleh sekelompok umat islam. Prof. Dr. H. Achmadi
meluruskan arti dari salah paham itu dalam karyanya “Dekonstruksi Pendidikan
Islam Sebagai Sub Sistem Pendidikan Nasional”.
Prof.Dr.
H. Moh. Erfan Soebahar, MA.g dalam karyanya “Respons Muhadditsun Menghadapi
Tantangan Kehidupan Umat: Studi Tentang Hadits Sebagai Sumber Ajaran Keagamaan
Era Nabi, Kodifikasi dan Informasi: melihat masih banyak problema hadits
tentang pendidikan. Namun penerapan hadits yang suda dijadikan sumber nilai itu
kadang masih di salah mengerti. Hal itu misalnya tradisi suka mengutip hadis maudlu masih tampil dalam
mendukung penyataan dosen.
Karya
Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M.Ed “Evaluasi Hasil Belajar Avektif Pendidikan Agama:
Konsep dan Pengukuran” mencoba untuk menjawab problem evaluasi dalam pendidikan
islam yang dinilainya masih lemah dalam hal afektifnya. Dunia
pendidikan selalu diwarnai dengan polemik tentang hasil ujian siswa terutama
menjelang pendidikan, yang secara rutin dilaksanakan di akhir dan awal akademik.
Dr. H.
Muhtarom HM dalam karyanya “Pendidikan Islam di Tengah Pergumulan Budaya
Kontemporer” menyatakan revitalisasi keilmuan Islam tidak saja
didasarkan pada faktor kewajiban dan penghargaan tingginya nilai ilmu
pengetahuan, melainkan juga karena bangkitnya kesadaran untuk merespon kegunaan
budaya teknologi yang sekularistik dan tidak memberikan arti sepiritual.
Prof.
Dr. H. Djamaluddin Darwis, MA dalam karyanya “Hidden Curriculum” dalam Perspektif Pendidikan Islam” memberikan
penjelasan arti penting “Hidden
Curriculum” Tujuan yang lebih berorientasi pada pemahaman keagamaan dalam
rangka untuk membentuk sikap beragama lebih dapat dikembangkan lewat
keterlibatan semua unsur warga belajar dan lewat penciptaan situasi yang
kondusif dalam bentuk hidden curriculum. Bentuk kurikulum ini diharapkan lebih
mampu mengantarkan peserta didik keproses pembelajaran yang lebih efisien dan
lebih efektif dengan mengoptimalkan semua sumber belajar baik sumber belajar
manusia seperti dosen, guru, kyai, ustadz atau hubungan sesama peserta belajar,
optimalisasi semua sarana simbolik baik bersifat fisik maupun penciptaan
situasi psikologi dan sosial yang mendukung.
Sungguh
buku yang luar biasa untuk dibaca. Akan tetapi dalam pencetakannya terdapat
kata-kata yang mungkin sulit dipahami oleh kaum awam alangkah baiknya ditulis kata penjelas, masih
terdapat kata-kata mubadzir yang seharusnya tidak perlu untuk ditulis, juga perbedaan
penggunaan font dan size dalam bab awal dan terakhir, serta penulisan kata yang
tidak sesuai dengan EYD. Namun kesalahan tersebut tidak akan mengurangi isi
dari buku yang terkandung dalam buku ini